

Beberapa faktor yang mengejar KPK dalam vanishing tindakan korup adalah: (1) mengenai dengan undang-undang Hakim pengadilan Konstitusi (MK) mengungkapkan bahwa hukum No.30/2002/Act.53 bertentangan dengan Konstitusi (UUD 1945), di lain sisi MK klaim bahwa hukum No.30/2002/Act.53 masih memiliki hukum pasukan adalah sekitar 3 tahun, (2) ada tidak tertentu korupsi lapangan (TIPIKOR), dan (3) kalimat (Pusnisjmen) diberikan kepada koruptor tidak optimal. KPK juga berkoordinasi dengan dan mengawasi lembaga lain yang diberi wewenang untuk memberantas korupsi. KPK sebagai lembaga independen harus melakukan pra-penyelidikan, penyelidikan, dan penuntutan terhadap tindakan korup yang melibatkan para penegak hukum, pejabat negara, dan individu atau korupsi yang dilakukan oleh negara resmi dengan perhatian publik secara signifikan atau tentang penyuapan dengan setidaknya satu miliar rupiah nilai (sekitar US $100.000). Penelitian menunjukkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga yang memiliki posisi independent dalam memberantas korupsi yang dinyatakan di bawah hukum No.32/2002. Mereka yang dianalisis dengan membandingkan hukum, artikel, buku, jurnal, dan lain-lain. Data dikumpulkan melalui riset perpustakaan dengan menggunakan metode normatif. Peneliian ini juga menyelidiki beberapa faktor yang mempengaruhi KPK dalam mewujudkan supremasi hukum. Jaksa, polisi, dan berbagai badan pengawasan dan regulasi keuangan.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memeriksa posisi KPK dalam vanishing penyuapan dan koordinasi KPK dengan institusi lain. Studi posisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mewujudkan supremasi hukum.
